PERCOBAAN 1
A.
DASAR TEORI :
Pertukaran gas (gas exchange)
adalah pengambilan oksigen molekuler (
) dari lingkungan dan pembuangan karbondioksida) ke lingkungan. Hewan memerlukan suplay secara terus-menerus untuk respirasi seluler
sehingga dapat mengubah molekul bahan bakar yang diperoleh dari makanan menjadi
kerja. Hewan juga harus membuang yang
merupakan produk buangan respirasi seluler. (Campbell,2005)
Fisiologi ikan mencakup proses osmoregulasi, sistem sirkulasi, sistem
respirasi, bioenergetik dan metabolisme, pencernaan, organ-organ sensor, sistem
saraf, sistem endokrin dan reproduksi (Fujaya,1999).
Oksigen sangat berperan dalam penyediaan energi yang sangat dibutuhkan
untuk proses-proses kehidupan. Sel-sel organisme memperoleh energi dari
reaksi-reaksi enzimatis yang sebagian besar memerlukan oksigen yang diperoleh
lewat respirasi. Respirasi meliputi dua proses penting yaitu :
1) Pertukaran
gas oksigen dan karbondioksida antara organisme dan lingkungan luar (respirasi
eksternal)
2) Penggunaan
oksigen di dalam sel untuk metabolisme molekul organik (respirasi internal)
Pada organisme bersel satu
pertukaran gas dapat secara langsung dengan menggunakan permukaan sel,
sedangkan pada organisme tinggi harus melewati suatu organ khusus antara lain
paru-paru dan insang.
Respirasi eksternal dipengaruhi oleh
komposisi gas didalam lingkungan luar organisme yang bersangkutan. Di udara (
pada permukaan air laut ) kandungan oksigen maksimum adalah 20,95 % atau 159
mmHg. Di dalam air kandungan oksigen sangat dipengaruhi oleh kelarutan oksigen.
Secara umum kelarutan oksigen di dalam air dipengaruhi oleh tekanan parsial
oksigen di atas permukkan air (), suhu air dan kandungan garam di
dalam air.
Jika kandungan oksigen () lingkungan berkurang, maka beberapa golongan hewan
melakukan konformitas dan golongan lain mampu melakukan regulasi konsumsi
oksigen sehingga, konsumsi oksigennya konstan. Jika pada golongan regulator
penurunan (sampai pada batas tertentu)
tidak memyebabkan berkurnagnya konsumsi oksigen. Hal ini dimungkinkan karena
terjadi penyeimbangan dua faktor yaitu:
1) Ekstrasi
oksigen dari lingkungan
2) Ventilasi,
yaitu peningkatan aliran medium respirasi di atas permukaan respirasi sehingga
proses ventilasi ini akan membawa aliran oksigen segar dan membuang
karbondioksida yang dikeluarkan oleh insang. Karena air jauh lebuh rapat dan
mengandung lebih sedikit oksigen per satuan volume dibandingkan dengan udara,
maka seekor ikan harus menghabiskan banyak energi untuk memventilasi
3) insangnya.
Insang dimiliki oleh jenis ikan (pisces). Insang berbentuk
lembaran-lembaran tipis berwarna merah muda dan selalu lembap. Bagian terluar
dare insang berhubungan dengan air, sedangkan bagian dalam berhubungan erat
dengan kapiler-kapiler darah. Tiap lembaran insang terdiri dare sepasang
filamen, dan tiap filamen mengandung banyak lapisan tipis (lamela). Pada
filamen terdapat pembuluh darah yang memiliki banyak kapiler sehingga
memungkinkan O2 berdifusi masuk dan CO2 berdifusi keluar.
Insang pada ikan bertulang sejati ditutupi oleh tutup insang yang disebut
operkulum, sedangkan insang pada ikan bertulang rawan tidak ditutupi oleh
operkulum.
Insang tidak saja berfungsi sebagai
alat pernapasan tetapi dapat pula berfungsi sebagai alat ekskresi garam-garam,
penyaring makanan, alat pertukaran ion, dan osmoregulator. Beberapa jenis ikan
mempunyai labirin yang merupakan perluasan ke atas dari insang dan membentuk
lipatan-lipatan sehingga merupakan rongga-rongga tidak teratur. Labirin ini
berfungsi menyimpan cadangan O2 sehingga ikan tahan pada kondisi
yang kekurangan 02. Untuk menyimpan cadangan O2, selain dengan labirin,
ikan mempunyai gelembung renang yang terletak di dekat punggung.
Adapun klasifikasi ilmiah ikan mas adalah sebagai berikut:
Kerajaan
: Animalia
Filum
: Chordata
Kelas
: Actinopterygii
Ordo
: Cypriniformes
Famili
: Cyprinidae
Genus
: Cyprinus
Spesies
: Cyprinus carpio
(Linnaeus, 1758)
B.
TUJUAN
1. Mengetahui
pengaruh kandungan oksigen lingkungan terhadap respirasi ikan
2. Membandingkan gerakan operkulum ikan
pada kondisi lingkungan yang berbeda
C.
RUMUSAN MASALAH:
1. Adakah
pengaruh kandungan oksigen lingkungan terhadap respirasi ikan?
2. Bagaimana
pengaruh kandungan oksigen di dalam air terhadap respirasi ikan?
3. Rentang
penyesuaian ikan terhadap kandungan oksigen lingkungan?
D.
HIPOTESIS:
a. Hipotesis
Kerja : Ada pengaruh perubahan suhu terhadap kadar oksigen dan sistem respirasi
ikan di dalam air.
b. Hipotesis
Nol : Tidak ada pengaruh perubahan suhu terhadap kadar oksigen dan sistem
respirasi ikan di dalam air.
E.
VARIABEL :
a. Variabel
Bebas : Perubahan
suhu
b. Variabel
Terikat : Gerakan
operkulum pada ikan
c. Variabel
Kontrol : Volume air,
jenis ikan dan massa ikan
F.
ALAT DAN BAHAN :
Tabung reaksi
|
Thermometer
|
Timbangan
|
Panci
|
Gelas Piala
|
Batang Pengaduk
|
Pipet Tetes
|
Stopwatch
|
Ikan
|
G.
Cara Kerja
I. Pengaruh Kenaikan Suhu dengan Medium Air Panas
No.
|
Keterangan
|
Gambar
|
1.
|
Jerang air
dalam panic
|
|
2.
|
Sediakan
gelas piala isi dengan air sebanyak 200ml pada suhu kamar dan ukur suhu
kamar dengan termometer sambil mencatat suhu kamarnya.
|
|
3.
|
Timbanglah
ikan yang akan digunakan kemudian masukan ke dalam gelas piala.
|
|
4.
|
Hitunglah
gerak operkulum pada ikan dan naikkan suhu sebanyak C. Naikkan
suhu setiap 1 menit.
|
|
II. Pengaruh Kenaikan Suhu dengan Medium
Air Dingin
No
|
Keterangan
|
Gambar
|
1.
|
Sediakan gelas piala isi dengan air sebanyak 200ml
pada suhu kamar dan ukur suhu kamar dengan termometer sambil mencatat
suhu kamarnya.
|
|
2.
|
Timbanglah ikan yang akan digunakan kemudian masukan
ke dalam gelas piala.
|
|
3.
|
Hitunglah gerak overkulum pada ikan selama 1 menit.
|
|
4.
|
Turunkan suhu sebesar 3°C setiap 1 menit dengan
menggunakan air es.
|
H.
Analisis data
I. Tabel Hasil Pengamatan Pengaruh Kenaikan
Suhu Medium Air Panas
Massa ikan :
3,56 gram
Suhu
|
31
|
34
|
37
|
40
|
43
|
Gerakan
Operkulum ikan
|
96 kali
98 kali
97 kali
|
114 kali
100 kali
102 kali
|
144 kali
148 kali
138 kali
|
195 kali
192 kali
212 kali
|
228 kali
219 kali
221 kali
|
Rata-rata
|
97 kali
|
105,3 kali
|
143,3 kali
|
199,67
kali
|
222,67
kali
|
Data
Analisis Secara Statistik
II. Tabel
Hasil Pengamatan Pengaruh Kenaikan Suhu Medium
Air Dingin
Suhu
|
30°C
|
27°C
|
24°C
|
21°C
|
18°C
|
Gerakan
Operkulum ikan
|
53 kali
58 kali
79 kali
|
72 kali
93 kali
98 kali
|
92 kali
120 kali
83 kali
|
72 kali
60 kali
66 kali
|
42 kali
50 kali
50 kali
|
Rata-rata
|
63,3 kali
|
87,7 kali
|
98,3 kali
|
66 kali
|
47,3 kali
|
Data
Analisis Secara Stastitik
I.
Pembahasan
Pada praktikum kali ini, kami
melakukan kegiatan yang berkaitan dengan termoregulasi terutama pada hewan
poikilotermik. Hewan poikilotermik yang menjadi sampel percobaan adalah ikan.
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap respirasi pada
ikan tersebut.
Seperti yang
kita ketahui bahwa ikan merupakan hewan poikilotermik. Artinya, dalam mekanisme
termoregulasinya ikan memiliki ketergantungan suhu terhadap lingkungannya. Hal
ini dapat dibuktikan dengan percobaan menaikkan dan menurunkan suhu air tempat
ikan tersebut hidup. Dari hasil pengamatan pada kegiatan pertama (pengaruh
kenaikan suhu air) dapat dilihat bahwa semakin tinggi suhu dinaikkan dari suhu
normal, maka gerakan operkulum juga semakin meningkat. Ketika suhu dinaikkan
maka akan terjadi penurunan O2 dalam air, sehingga gerakan overkulum
ikan juga semakin meningkat. Hal ini dikarenakan molekul air lebih padat dan
lebih sulit bergerak atau mengalir, sehingga memungkinkan air jauh lebih sulit
mengalir ke organ pernafasan. Oleh karena itu, ikan harus mengeluarkan energi
lebih banyak. Hal ini dapat mempersulit ikan untuk memperoleh O2,
apalagi dengan perlakuan berupa menaikkan dan menurunkan suhu dari kamar
(31°C).
Ketidakseimbangan
ikan pada suhu 40°C, setelah suhu dinaikan terus-menerus dikarenakan perubahan
suhu lingkungan yang begitu cepat yaitu dari suhu normal menjadi semakin
tinggi. Pada saat menaikan suhu lingkungan, proses pernafasan
yang dilakukan oleh ikan berlangsung sangat cepat yang dibuktikan dengan
meningkatnya intensitas gerakan overkulum membuka dan menutup. Hal ini di
akibatkan kadar O2 dalam air menjadi semakin berkurang sehingga
memacu kerja overkulum dan mempercepat metabolisme tubuh.
Selanjutnya, dari hasil
pengamatan pada kegiatan kedua (pengaruh penurunan suhu air) dapat dilihat
bahwa semakin suhu diturunkan dari suhu normal, maka gerakan operkulum juga
semakin rendah. Hal ini menunjukkan bahwa semakin rendah suhu pada lingkungan
maka intensitas gerakan operkulum semakin lambat dikarenakan proses metabolisme
berjalan lambat dan memperlambat kerja organ pernafasan pada ikan karena
membekunya berbagai organ vital.
Hewan
poikilotermik seperti ikan, mempertahankan kondisi tubuhnya ikan beradaptasi
dengan cara konformitas yaitu menyesuaikan lingkungan internal tubuhnya dengan
lingkungan eksternalnya. Salah satu bentuk adaptasinya adalah penyesuaian
dengan suhu lingkungannya, sehingga ikan dapat dikatakan sebagai
termokonformer. Setiap organisme termasuk hewan poikilotermik, memiliki rentang
toleransi terhadap perubahan suhu lingkungan. Ketika terjadi perubahan suhu
lingkungan, maka organisme akan melakukan proses homeostasis agar dapat
bertahan dan menyesuaikan diri dengan lingkungan. Akan tetapi, jika perubahan
suhu lingkungan ini melebihi batas toleransi hewan tersebut (suhu ekstrem),
maka dapat dipastikan hewan tersebut tidak mampu bertahan. Inilah sebabnya pada
suhu 40oC dan 18oC, ikan tidak mampu lagi menyusuaikan
diri terhadap suhu lingkungannya.
Kebutuhan O2
pada ikan selain dipengaruhi oleh suhu lingkungan juga dipengaruhi oleh berat
badan. Semakin berat massa ikan maka
kebutuhan O2 semakin sedikit. Karena berat tubuh merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi kebutuhan O2 dalam tubuh ikan. Dalam
percobaan ini, air yang tidak dinaikkan maupun diturunkan suhunya (30oC)
berfungsi sebagai kontrol. Kontrol ini dapat dijadikan patokan untuk melihat
apakah pengaruh jika suhu dinaikkan ataupun diturunkan.
I.
Kesimpulan
· Ikan termasuk
hewan poikilotermik karena ikan menyesuaikan suhu di dalam tubuh dengan
perubahan suhu lingkungan.
· Semakin tinggi
suhu dinaikkan dari suhu normal, maka gerakan operkulum juga semakin meningkat.
Semakin rendah suhu pada lingkungan maka intensitas gerakan operkulum semakin
lambat.
· Hewan
poikilotermik memiliki rentang toleransi terhadap perubahan suhu lingkungan.
Ketika terjadi perubahan suhu lingkungan, maka organisme akan melakukan proses
homeostasis agar dapat bertahan dan menyesuaikan diri dengan lingkungan.
· Jika perubahan
suhu lingkungan ini melebihi batas toleransi hewan tersebut (suhu ekstrem),
maka dapat dipastikan hewan tersebut tidak mampu bertahan.
I. Diskusi
1. Pada
percobaan ini kandungan oksigen lingkungan dikendalikan oleh perubahan
suhu lingkungan. Apakah perubahan suhu tidak berpengaruh terhadap proses
fisiologis di dalam tubuh ikan?
Berpengaruh, sebab Ikan
memiliki derajat toleransi terhadap suhu dengan kisaran tertentu yang sangat
berperan bagi pertumbuhan, inkubasi telur, konversi pakan dan resistensi
terhadap penyakit. Disamping itu ikan akan mengalami stres manakala terpapar
pada suhu di luar kisaran yang dapat ditoleransi.
Suhu tinggi tidak selalu
berakibat mematikan tetapi dapat menyebabkan gangguan. Pada dasarnya suhu
rendah memungkinkan air mengandung oksigen lebih tingi, tetapi suhu rendah
menyebabkan stres pernafasan pada ikan berupa penurunan laju respirasi dan
denyut jantung sehingga dapat berlanjut dengan pingsannya ikan-ikan akibat
kekurangan oksigen.
2. Bandingkanlah
hasil kegiatan 1 dan kegiatan 2.
Pada ikan pada medium air panas, rata-rata pergerakan operculum semakin
meningkat suhu pada air maka semakin cepat pergerakan operculum ikan, hal ini
diakibatkan kadar O2 dalam air menjadi semakin berkurang sehingga
memacu kerja operkulum dan mempercepat metabolisme tubuh. Sedangkan ikan yang
berada pada medium air dingin, semakin rendah suhunya rata-rata pergerakan
operkulumnya semakin lambat. Hal ini karena bahwa semakin rendah suhu pada
lingkungan maka intensitas gerakan operkulum semakin lambat dikarenakan proses
metabolisme berjalan lambat dan memperlambat kerja organ pernafasan pada ikan
karena membekunya berbagai organ vital.
Pada peristiwa temperature dibawah suhu kamar maka tingkat frekuensi
membuka dan menutupnya operculum akan semakin lambat dari pada suhu kamar.
Dengan adanya penurunan temperature, maka terjadi penurunan metabolisme pada
ikan yang mengakibatkan kebutuhan O₂ menurun,
sehingga gerakannya melambat. Penurun O₂ juga dapat menyebabkan kelarutan O₂ di lingkungannya meningkat. Dalam
tubuh ikan suhunya bisa berkisar ± 1° dibandingkan temperatur linkungannya
(Nikolsky, 1927).
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, 2005. Biologi
Edisi Kelima-Jilid 3. Jakarta : Erlangga.
Fujaya, Yushinta. 2004. Fisisologi
Ikan. Jakarta : P.T Rineka Cipta.
Isniani, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta : Kanisius.
Koesbiono, 1980. Biologi
Laut. Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor.
Soetjipta.
1993. Dasar-dasar Ekologi Hewan.
Yogjakarta : Penerbit Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sugiri.
http://dhamadharma.wordpress.com/2009/11/21/laporan-praktikum-fisiologi-hewan-air-operculum-ikan-mas/ . Diakses pada tanggal 26 Maret 2012 14:50 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar