Kamis, 12 Juli 2012

PENYESUAIAN HEWAN POIKILOTERMIK TERHADAP OKSIGEN LINGKUNGAN



PERCOBAAN 1

A.      DASAR TEORI :
Pertukaran gas (gas exchange) adalah pengambilan oksigen molekuler ( ) dari lingkungan dan pembuangan karbondioksida) ke lingkungan. Hewan memerlukan suplay  secara terus-menerus untuk respirasi seluler sehingga dapat mengubah molekul bahan bakar yang diperoleh dari makanan menjadi kerja. Hewan juga harus membuang  yang merupakan produk buangan respirasi seluler. (Campbell,2005)
Fisiologi ikan mencakup proses osmoregulasi, sistem sirkulasi, sistem respirasi, bioenergetik dan metabolisme, pencernaan, organ-organ sensor, sistem saraf, sistem endokrin dan reproduksi (Fujaya,1999).
Oksigen sangat berperan dalam penyediaan energi yang sangat dibutuhkan untuk proses-proses kehidupan. Sel-sel organisme memperoleh energi dari reaksi-reaksi enzimatis yang sebagian besar memerlukan oksigen yang diperoleh lewat respirasi. Respirasi meliputi dua proses penting yaitu :
1)      Pertukaran gas oksigen dan karbondioksida antara organisme dan lingkungan luar (respirasi eksternal)
2)      Penggunaan oksigen di dalam sel untuk metabolisme molekul organik (respirasi internal)
Pada organisme bersel satu pertukaran gas dapat secara langsung dengan menggunakan permukaan sel, sedangkan pada organisme tinggi harus melewati suatu organ khusus antara lain paru-paru dan insang.
Respirasi eksternal dipengaruhi oleh komposisi gas didalam lingkungan luar organisme yang bersangkutan. Di udara ( pada permukaan air laut ) kandungan oksigen maksimum adalah 20,95 % atau 159 mmHg. Di dalam air kandungan oksigen sangat dipengaruhi oleh kelarutan oksigen. Secara umum kelarutan oksigen di dalam air dipengaruhi oleh tekanan parsial oksigen di atas permukkan air (), suhu air dan kandungan garam di dalam air.
Jika kandungan oksigen () lingkungan berkurang, maka beberapa golongan hewan melakukan konformitas dan golongan lain mampu melakukan regulasi konsumsi oksigen sehingga, konsumsi oksigennya konstan. Jika pada golongan regulator penurunan  (sampai pada batas tertentu) tidak memyebabkan berkurnagnya konsumsi oksigen. Hal ini dimungkinkan karena terjadi penyeimbangan dua faktor yaitu:
1)      Ekstrasi oksigen dari lingkungan
2)      Ventilasi, yaitu peningkatan aliran medium respirasi di atas permukaan respirasi sehingga proses ventilasi ini akan membawa aliran oksigen segar dan membuang karbondioksida yang dikeluarkan oleh insang. Karena air jauh lebuh rapat dan mengandung lebih sedikit oksigen per satuan volume dibandingkan dengan udara, maka seekor ikan harus menghabiskan banyak energi untuk memventilasi
3)      insangnya.

Insang dimiliki oleh jenis ikan (pisces). Insang berbentuk lembaran-lembaran tipis berwarna merah muda dan selalu lembap. Bagian terluar dare insang berhubungan dengan air, sedangkan bagian dalam berhubungan erat dengan kapiler-kapiler darah. Tiap lembaran insang terdiri dare sepasang filamen, dan tiap filamen mengandung banyak lapisan tipis (lamela). Pada filamen terdapat pembuluh darah yang memiliki banyak kapiler sehingga memungkinkan O2 berdifusi masuk dan CO2 berdifusi keluar. Insang pada ikan bertulang sejati ditutupi oleh tutup insang yang disebut operkulum, sedangkan insang pada ikan bertulang rawan tidak ditutupi oleh operkulum.
Insang tidak saja berfungsi sebagai alat pernapasan tetapi dapat pula berfungsi sebagai alat ekskresi garam-garam, penyaring makanan, alat pertukaran ion, dan osmoregulator. Beberapa jenis ikan mempunyai labirin yang merupakan perluasan ke atas dari insang dan membentuk lipatan-lipatan sehingga merupakan rongga-rongga tidak teratur. Labirin ini berfungsi menyimpan cadangan O2 sehingga ikan tahan pada kondisi yang kekurangan 02. Untuk menyimpan cadangan O2, selain dengan labirin, ikan mempunyai gelembung renang yang terletak di dekat punggung.
Adapun klasifikasi ilmiah ikan mas adalah sebagai berikut:
Kerajaan          : Animalia
Filum               : Chordata
Kelas                : Actinopterygii
Ordo                : Cypriniformes
Famili              : Cyprinidae
Genus              : Cyprinus
Spesies            : Cyprinus carpio
(Linnaeus, 1758)

B.      TUJUAN
1.      Mengetahui pengaruh kandungan oksigen lingkungan terhadap respirasi ikan
2.      Membandingkan gerakan operkulum ikan pada kondisi lingkungan yang berbeda
C.      RUMUSAN MASALAH:
1.      Adakah pengaruh kandungan oksigen lingkungan terhadap respirasi ikan?
2.      Bagaimana pengaruh kandungan oksigen di dalam air terhadap respirasi ikan?
3.      Rentang penyesuaian ikan terhadap kandungan oksigen lingkungan?

D.     HIPOTESIS:
a.      Hipotesis Kerja : Ada pengaruh perubahan suhu terhadap kadar oksigen dan sistem respirasi ikan di dalam air.
b.      Hipotesis Nol : Tidak ada pengaruh perubahan suhu terhadap kadar oksigen dan sistem respirasi ikan di dalam air.

E.      VARIABEL :
a.      Variabel Bebas            : Perubahan suhu
b.      Variabel Terikat          : Gerakan operkulum pada ikan
c.       Variabel Kontrol          : Volume air, jenis ikan dan massa ikan

F.       ALAT DAN BAHAN :
Tabung reaksi





Thermometer
Timbangan

Panci




Gelas Piala

Batang Pengaduk

Pipet Tetes
Stopwatch
Ikan

G.     Cara Kerja
I. Pengaruh Kenaikan Suhu dengan  Medium Air Panas
No.
Keterangan
Gambar
1.
Jerang air dalam panic


2.
Sediakan gelas piala isi dengan air sebanyak 200ml pada  suhu kamar dan ukur suhu kamar dengan termometer sambil mencatat suhu kamarnya.


3.
Timbanglah ikan yang akan digunakan kemudian masukan ke dalam  gelas piala.


4.
Hitunglah gerak operkulum pada ikan dan naikkan suhu sebanyak C. Naikkan suhu setiap 1 menit.



II. Pengaruh Kenaikan Suhu dengan Medium Air Dingin
No
Keterangan
Gambar
1.
Sediakan gelas piala isi dengan air sebanyak 200ml pada  suhu kamar dan ukur suhu kamar dengan termometer sambil mencatat suhu kamarnya.

2.
Timbanglah ikan yang akan digunakan kemudian masukan ke dalam  gelas piala.

3.
Hitunglah gerak overkulum pada ikan selama 1 menit.

4.
Turunkan suhu sebesar 3°C setiap 1 menit dengan menggunakan air es.


H.     Analisis data
     I. Tabel Hasil Pengamatan Pengaruh Kenaikan Suhu Medium Air Panas
Massa ikan : 3,56 gram
Suhu
31
34
37
40
43
Gerakan Operkulum ikan
96 kali
98 kali
97 kali
114 kali
100 kali
102 kali
144 kali
148 kali
138 kali
195 kali
192 kali
212 kali
228 kali
219 kali
221 kali
Rata-rata
97 kali
105,3 kali
143,3 kali
199,67 kali
222,67 kali

Data Analisis Secara Statistik


II. Tabel Hasil Pengamatan Pengaruh Kenaikan Suhu Medium Air Dingin
Suhu
30°C
27°C
24°C
21°C
18°C
Gerakan Operkulum ikan
53 kali
58 kali
79 kali
72 kali
93 kali
98 kali
92 kali
120 kali
83 kali
72 kali
60 kali
66 kali
42 kali
50 kali
50 kali
Rata-rata
63,3 kali
87,7 kali
98,3 kali
66 kali
47,3 kali


Data Analisis Secara Stastitik


I.        Pembahasan
Pada praktikum kali ini, kami melakukan kegiatan yang berkaitan dengan termoregulasi terutama pada hewan poikilotermik. Hewan poikilotermik yang menjadi sampel percobaan adalah ikan. Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh suhu terhadap respirasi pada ikan tersebut.
Seperti yang kita ketahui bahwa ikan merupakan hewan poikilotermik. Artinya, dalam mekanisme termoregulasinya ikan memiliki ketergantungan suhu terhadap lingkungannya. Hal ini dapat dibuktikan dengan percobaan menaikkan dan menurunkan suhu air tempat ikan tersebut hidup. Dari hasil pengamatan pada kegiatan pertama (pengaruh kenaikan suhu air) dapat dilihat bahwa semakin tinggi suhu dinaikkan dari suhu normal, maka gerakan operkulum juga semakin meningkat. Ketika suhu dinaikkan maka akan terjadi penurunan O2 dalam air, sehingga gerakan overkulum ikan juga semakin meningkat. Hal ini dikarenakan molekul air lebih padat dan lebih sulit bergerak atau mengalir, sehingga memungkinkan air jauh lebih sulit mengalir ke organ pernafasan. Oleh karena itu, ikan harus mengeluarkan energi lebih banyak. Hal ini dapat mempersulit ikan untuk memperoleh O2, apalagi dengan perlakuan berupa menaikkan dan menurunkan suhu dari kamar (31°C).
Ketidakseimbangan ikan pada suhu 40°C, setelah suhu dinaikan terus-menerus dikarenakan perubahan suhu lingkungan yang begitu cepat yaitu dari suhu normal menjadi semakin tinggi. Pada saat menaikan suhu lingkungan, proses pernafasan yang dilakukan oleh ikan berlangsung sangat cepat yang dibuktikan dengan meningkatnya intensitas gerakan overkulum membuka dan menutup. Hal ini di akibatkan kadar O2 dalam air menjadi semakin berkurang sehingga memacu kerja overkulum dan mempercepat metabolisme tubuh.
Selanjutnya, dari hasil pengamatan pada kegiatan kedua (pengaruh penurunan suhu air) dapat dilihat bahwa semakin suhu diturunkan dari suhu normal, maka gerakan operkulum juga semakin rendah. Hal ini menunjukkan bahwa semakin rendah suhu pada lingkungan maka intensitas gerakan operkulum semakin lambat dikarenakan proses metabolisme berjalan lambat dan memperlambat kerja organ pernafasan pada ikan karena membekunya berbagai organ vital.
Hewan poikilotermik seperti ikan, mempertahankan kondisi tubuhnya ikan beradaptasi dengan cara konformitas yaitu menyesuaikan lingkungan internal tubuhnya dengan lingkungan eksternalnya. Salah satu bentuk adaptasinya adalah penyesuaian dengan suhu lingkungannya, sehingga ikan dapat dikatakan sebagai termokonformer. Setiap organisme termasuk hewan poikilotermik, memiliki rentang toleransi terhadap perubahan suhu lingkungan. Ketika terjadi perubahan suhu lingkungan, maka organisme akan melakukan proses homeostasis agar dapat bertahan dan menyesuaikan diri dengan lingkungan. Akan tetapi, jika perubahan suhu lingkungan ini melebihi batas toleransi hewan tersebut (suhu ekstrem), maka dapat dipastikan hewan tersebut tidak mampu bertahan. Inilah sebabnya pada suhu 40oC dan 18oC, ikan tidak mampu lagi menyusuaikan diri terhadap suhu lingkungannya.
Kebutuhan O2 pada ikan selain dipengaruhi oleh suhu lingkungan juga dipengaruhi oleh berat badan. Semakin berat massa ikan maka kebutuhan O2 semakin sedikit. Karena berat tubuh merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kebutuhan O2 dalam tubuh ikan. Dalam percobaan ini, air yang tidak dinaikkan maupun diturunkan suhunya (30oC) berfungsi sebagai kontrol. Kontrol ini dapat dijadikan patokan untuk melihat apakah pengaruh jika suhu dinaikkan ataupun diturunkan.



I. Kesimpulan
·         Ikan termasuk hewan poikilotermik karena ikan menyesuaikan suhu di dalam tubuh dengan perubahan suhu lingkungan.
·         Semakin tinggi suhu dinaikkan dari suhu normal, maka gerakan operkulum juga semakin meningkat. Semakin rendah suhu pada lingkungan maka intensitas gerakan operkulum semakin lambat.
·         Hewan poikilotermik memiliki rentang toleransi terhadap perubahan suhu lingkungan. Ketika terjadi perubahan suhu lingkungan, maka organisme akan melakukan proses homeostasis agar dapat bertahan dan menyesuaikan diri dengan lingkungan.
·         Jika perubahan suhu lingkungan ini melebihi batas toleransi hewan tersebut (suhu ekstrem), maka dapat dipastikan hewan tersebut tidak mampu bertahan.

I. Diskusi
1.      Pada percobaan ini  kandungan oksigen lingkungan dikendalikan oleh perubahan suhu lingkungan. Apakah perubahan suhu tidak berpengaruh terhadap proses fisiologis di dalam tubuh ikan?
Berpengaruh, sebab Ikan memiliki derajat toleransi terhadap suhu dengan kisaran tertentu yang sangat berperan bagi pertumbuhan, inkubasi telur, konversi pakan dan resistensi terhadap penyakit. Disamping itu ikan akan mengalami stres manakala terpapar pada suhu di luar kisaran yang dapat ditoleransi.
     Suhu tinggi tidak selalu berakibat mematikan tetapi dapat menyebabkan gangguan. Pada dasarnya suhu rendah memungkinkan air mengandung oksigen lebih tingi, tetapi suhu rendah menyebabkan stres pernafasan pada ikan berupa penurunan laju respirasi dan denyut jantung sehingga dapat berlanjut dengan pingsannya ikan-ikan akibat kekurangan oksigen.

2.      Bandingkanlah hasil kegiatan 1 dan kegiatan 2.
Pada ikan pada medium air panas, rata-rata pergerakan operculum semakin meningkat suhu pada air maka semakin cepat pergerakan operculum ikan, hal ini diakibatkan kadar O2 dalam air menjadi semakin berkurang sehingga memacu kerja operkulum dan mempercepat metabolisme tubuh. Sedangkan ikan yang berada pada medium air dingin, semakin rendah suhunya rata-rata pergerakan operkulumnya semakin lambat. Hal ini karena bahwa semakin rendah suhu pada lingkungan maka intensitas gerakan operkulum semakin lambat dikarenakan proses metabolisme berjalan lambat dan memperlambat kerja organ pernafasan pada ikan karena membekunya berbagai organ vital.
Pada peristiwa temperature dibawah suhu kamar maka tingkat frekuensi membuka dan menutupnya operculum akan semakin lambat dari pada suhu kamar. Dengan adanya penurunan temperature, maka terjadi penurunan metabolisme pada ikan yang mengakibatkan kebutuhan O menurun, sehingga gerakannya melambat. Penurun O juga dapat menyebabkan kelarutan O di lingkungannya meningkat. Dalam tubuh ikan suhunya bisa berkisar ± 1° dibandingkan temperatur linkungannya (Nikolsky, 1927).










DAFTAR PUSTAKA

Campbell, 2005. Biologi Edisi Kelima-Jilid 3. Jakarta : Erlangga.
Fujaya, Yushinta. 2004. Fisisologi Ikan. Jakarta : P.T Rineka Cipta. 
Isniani, Wiwi. 2006. Fisiologi Hewan. Yogyakarta : Kanisius.
Koesbiono, 1980. Biologi Laut. Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. 
Soetjipta. 1993. Dasar-dasar Ekologi Hewan. Yogjakarta : Penerbit Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Sugiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar