Minggu, 26 Juni 2016

BIOFUEL SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF DAN APLIKASINYA DALAM DUNIA PENDIDIKAN


Endah Lestari S.Pd, Dr. Dahlia Sukmawati, Dr. Rusdi, M.Biomed

(Dibuat untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Isu-Isu Kontemporer)

ABSTRAK 
Pertumbuhan perekonomian yang pesat menyebabkan meningkatnya kebutuhan manusia akan transportasi yang berdampak pada naikknya jumlah kendaraaan bermotor.  Sumber bahan bahar fosil yang berasal dari minyak bumi merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui dan menimbulkan beberapa masalah pencemaran lingkungan. Meningkatnya emisi gas berbahaya di atmosfer seperti NOx, COx menyebabkan diperlukannnya sumber energi alternatif yang ramah lingkungan dan mudah diperoleh. Penanaman kesadaran masyarakat akan lingkungan sejak dini merupakan salah satu upaya mengatasi masalah pencemaran saat ini, salah satunya adalah pendidikan. Pengenalan mikroalga yang menjadi generasi ketiga dari bahan alternatif (biofuel) pada dunia pendidikan dapat menjadi solusi sebagai upaya mengatasi pencemaran dan energi terbaharukan yang ramah lingkungan. Tiga proses yang dapat digunakan dalam pembuatan mikroalga antara lain: Cara konvensional pemanenan dan ekstrasi, Bioflocculation dan Proses biorefinery untuk menghasilkan biofuel mikroalga skala industri. Reproduksi yang cepat dan cara mendapatkannya yang mudah dapat menjadikan mikroalga sebagai biofuel terbarukan saat ini.

Kata kunci: Biofuel, mikroalga, etanol, biodiesel, bioflocculaton, biorefinery  

  1. PENDAHULUAN
Bahan bakar yang digunakan masyarakat pada saat ini pada umumnya adalah bahan bakar yang berasal dari fossil. Bahan bakar fosil adalah bahan bakar yang berasal dari makhluk hidup yang sudah mati selama beratus-ratus tahun dan mengendap menjadi minyak bumi melalui proses destilasi. Proses destilasi akan menjadikan minyak bumi menjadi beberapa bagian berdasarkan perlakuan suhu, dimulai menjadi avtur sebagai bahan bakar pesawat terbang hingga menjadi aspal.
Pertumbuhan perekonomian yang pesat menyebabkan meningkatnya kebutuhan manusia akan sarana transportasi, hal itu menyebabkan meningkatkan industri automotif. Banyaknya kendaran saat ini menyebabkan polusi lingkungan terutama bensin dan diesel. Fakta dilapangan menyebutkan bahwa 22% gas efek rumah kaca (GHG) berasal dari mesin kendaraan, bertambah menjadi 52% sejak tahun 1990 sampai tahun 2011, International Energy Agency (IEA) memperkirakan emisi gas penyebab pencemaran akan terus bertambah sebesar 92% antara tahun 1990 sampai 2020 karena diramalkan sekitar 8,6 milyar ton CO2 akan ada di atmosferdari 2020-2035. Hal ini tentu akan mempengaruhi kenaikan suhu udara sebesar 2 ͦC dan ini akan menyebabkan kematian 100 milyar orang, perubahan iklim, menyebabkan penyakit iritasi pada paru-paru, oedema, bronkitis karena emisi gas Nox, mengganggu perkembangan jaringan di anak-anak, kematian janin akibat emisi gas CO dan HC yang menyebabkan terganggunya sistem peredaran darah serta pernapasan. (M. Mofijur., et al. 2015)


Gambar 1. Emisi CO2 di beberapa sektor

Selama lima tahun kebelakang Indonesia mengalami kekurangan atau keterbatasan bahan bakar fosil. Meningkatnya populasi manusia dapat diartikan meningkatnya pula kebutuhan akan kebutuhan transportasi, akibatnya pemerintah melakukan import bahan bakar dengan harga bersubsidi. Untuk mengurangi pembiayaan bahan bakar bersubsidi perlu adanya penambahan bahan bakar domestik sebesar 55,5% dengan energi alternatif untuk menggantikan bahan bakar fossil. (Muhammad Jusufa & Erliana Gintinga. 2013)
Biofuel sebagai bahan alternatif diharapkan memiliki kemampuan baru dalam keanekaragaman suplay bahan bakar ramah lingkungan, dapat menggantikan bahan bakar fossil, mengurangi emisi GHG. Bahan bakar alternatif yang baik seharusnya dapat diproduksi secara besar dan dapat diperbaharui serta dapat mengurai polusi.
Perkembangan teknologi untuk mengembangan teknologi terbarukan, khususnya bahan bakar alternatif ramah lingkungan (biofuel) perlu ditanamkan sejak dini. Kesinambungan antara teknologi terbarukan dalam dunia pendidikan sangat diperlukan agar terciptanya pemikiran-pemikiran baru pada generasi penerus. Oleh karena itu, pembelajaran dan pengenalan mengenai teknologi terbaru perlu dipelajari memalui buku paket disekolah maupun pengetahuan yang dimiliki oleh guru.

  1. EUTROFIKASI 
Polusi nutrisi (eutrofikasi) dapat dapat menyebabkann perubahan struktur dan fungsi di  ekosistem. Dampak negatif dapat terjadi jika ampas nutrisi lepas dalam sistem perairan. Dampak positif dapat terjadi jika produksi alga untuk memperbaiki nutrisi pada air. Contohnya, penelitian Agrikultur menemukan bahwa 60%-90% nitrogen keluar dan 70%-100% fosfor keluar dapat dilihat dari limbah pupuk yang digunakan alga. Perbaikan dari polusi air dari blooming alga seharusnya memiliki keuntungan jika terjadi pada pada perairan bebas karena dapat digunakan untuk produksi biofuel dalam skala kecil. (Raphael, Slade & Ausilio Bauen. 2013)

  1. BAHAN BAKAR BIOFUEL RAMAH LINGKUNGAN DAN APLIKASINYA PADA DUNIA PENDIDIKAN
Berdasarkan pengamatan penulis mengenai hubungan bahan bakar alternatif ramah lingkungan (biofuel), biofuel sudah dipelajari siswa/siswi sejak bangku sekolah. Siswa/siswi mempelajari mengenai biofuel pada kelas XII SMA, pada bab bioteknologi. Hasil pengamatan yang dilakukan pada dua buku paket kelas XII SMA yang telah diamati berdasarkan kurikulum KTSP 2006 dan kurikulum 2013 pembelajaran mengenai biofuel masih sangat minim. 
Buku paket KTSP 2006 dan kurikulum 2013 menyebutkan bahwa biofuel sebagai teknologi bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan diperoleh dari generasi ke satu dan ke dua yaitu gula, khamir, sampah organik dan gas dari kotoran. Sedangkan soal yang sering muncul dalam beberapa ujian dan ujian nasional banyak membahas mengenai eutrofikasi mikroalga yang selalu menimbulkan dampak negatif lingkungan.  
Berdasarkan pernyataan diatas penulis akan banyak membahas mengenai biofuel sebagai bahan bakar alternatif, jenis-jenis biofuel serta teknik pembuatan biofuel dari mikroalga.Informasi yang diberikan penulis berdarkan jurnal yang telah dikembangkan oleh bebetapa jurnal yang telah dipublikasikan secara internasional.

  1. JENIS-JENIS BIOFUEL DAN DAMPAKNYA PADA LINGKUNGAN
Biofuel sebagai bahan bakar alternatif disarankan dari bahan yang dapat diperbaharui dalam bentuk padat, cair maupun gas. Biofuel dalam bentuk padat berasal dari jerami dalam bentuk butiran atau bulatan dari pohon khusus yaitu basket willow dan sida hermaphorodita. Biofuel dalam bentuk cairan berasal dari fermentasi alkohol dari karbonhidrat menjadi etanol yang berasal dari minyak tanaman. Biofuel dalam bentuk gas berasal dari fermentasi anaerobik bentuk cair atau padatan kotoran hewan dari agricultur hewan, seperti pupuk padat atau pupuk tanaman. (Magdalena Fracl., et al. 2010) .
Biofuel ini dapat menggantikan gasolin dan diesel. Terdapat 4 generasi bahan bakar alternatif yaitu: generasi pertama, di produksi dari gula, minyak tanaman, dan lemak hewan. Generasi kedua, dari jerami, jagung dan pohon. Generasi ketiga, berasal dari minyak alga dan generasi keempat, berasal dari CO2 dari udara meliputi; pyrolysis, gasification, upgrading, teknologi manipulasi genetik yang mensekresikan hidrokarbon.  (Sara P., et al. 2015)
  1. Biofuel generasi pertama (biodiesel)
Biofuel generasi pertama berasal dari minyak kedelai, minyak bunga matahari, minyak jagung, minyak zaitun dan lain sebagainya. Biodiesel dapat di produksi dari minyak tanaman dengan empat proses yang berbeda yaitu: pyrolysis/cracking, dilution dengan campuran hidrokarbon, emulsification, dan transesterification. (M. Mofijur., et al. 2015).
Potensial minyak tanaman tidak di desain dalam jumlah besar karena dapat mengurangi keanekaragaman hayati tanaman karena penebangan hutan yang dapat mengganggu wilayah ekologi. (Sara P., et al. 2015)
  1. Biofuel generasi kedua (ethanol)
Ethanol menghasilkan O2 yang rendah dengan berat 34%, menggunakan proses fermentasi. Sumber ethanol berasal dari tanaman pangan seperti jagung, singkong, gandum dan kentang.Indonesia sangat berpotensial menghasilkan ethanol yang berasal kentang (4-5 bulan penanaman) dibandingkan singkong (10 bulan penanaman). Indonesia menempati peringkat keempat sebagai negara penghasil kentang terbaik di daerah jawa barat berdasarkan survei tahun 2001-2011. 6 KL ethanol/ ha dapat dihasilkan 30 t/ha hasil panen akar segar dan 20% tepung kanji. (Magdalena, Fracl., et al. 2010).

Gambar 2. Skema proses produksi bioetanol dari high-gravity SPRs

Berdasarkan tabel diatas penambahan enzim hydrolisis jenis selulosa dan pektinase dapat membantu proses pembentukan ethanol pada SPRs (sweet potato reduce), . Serat berperan penting dalam reduksi viscosity dan produksi glukosa. Konsentrasi glukosa dan produksi etanol yang dihasilkan pada kentang sangat besar. Pada Tabel 1 menunjukkan jenis yeast atau ragi yang digunakan untuk menghasilkan enzim, akhirnya 79.00 g/L etanol dapat diproduksi dari enzim hidrolisis yang berasal dari Saccaromycess cerevisiae,  dengan membandingkan proses lainnya proses ini dapat mendeskripsikan pembentukan energi dalam skala industri karena sangat ramah lingkungan, hasilnya sangat tinggi, rendah biaya dan sangat mudah dibuat. (Fangzhong, wang., et al. 2016)


Tabel 1. Perbandingan aktivitas spesifik sumber enzim dari sistem enzimatik yang berbeda
  
Aktifitas spesifik (U/mg)
FPase
Pectinase
α – amylase
P. axalicum JUA 10-1
0,60 ± 0,02
13,97 ± 1,33
0,04 ± 0,01
T.reesei TI
0,41 ± 0,02
1,23 ± 0,02
0,02 ± 0,00
Commercial pectinase
0,01 ± 0,00
529,79 ± 36,01
0,07 ±0,00
  1. Niger
0,05 ± 0,00
2,12 ± 0,12
0,07 ± 0,01
T. reesei TX
0,28 ± 0,02
0,81 ± 0,02
0,01 ± 0,00

Pengguanaan bahan makanan sebagai bahan baku pembuatan biofuel atau bahan bakar alternatif akan mengakibatkan berkurangnya sumber bahan pangan bagi manusia dan hewan. Berkurangnya sumber bahan pangan dapat mengakibatkan permasalahan baru pada bidang ketahanan pangan di beberapa negara. ((Magdalena, Fracl., et al. 2010).

  1. Biofuel generasi ketiga (mikroalga)
Permasalahan yang berasal biofuel dari stock bahan makanan yang dapat dikonsumsi hewan dan manusia membuat manusia berfikir memiliki bahan bakar alternatif, yaitu bahan bakar yang terbuat dari mikroalga. Mikroalga adalah sel tunggal yang merupakan organisme mikroskopis yang dapat dijumpai di air tawar maupun air laut. Mikroalga merupakan organisme yang paling tua di bumi, memiliki lebih dari 300.000 spesies, tanaman thallopyta tanpa akar, batang dan daun, memiliki klorofil dan bersifat steril dalam reproduksinya. Klasifikasi mikroalga di bedakan berdasarkan warna tubuhnya, selain itu dalam beberapa mikroalga memiliki kandungan minyak sebesar 80% dari massa tubhnya. (Firoz, alam., et al. 2012).
Produksi biofuel dari mikroalga memiliki beberapa keuntungan yaitu: tidak bersaing dengan bahan pangan, organisme fototrofik (pertumbuhannya optimal dibawah matahari); fiksasi CO2 dari atmosfer, pembokaran gas berat industri dan dapat larut dari karbonat; mengandung garam anorganik (N, P, K); suhu antara 20-30 C; kurang lebih 50% berat kering tubuhnya terdiri dari karbon; berat kasar tubuh alga adalah 183 t dari CO2; mikroalga mengahasilkan lemak, hidrokarbon, dan minyak kompleks lainnya pada beberapa spesies; dapat menghasilkan 80% produksi minyak, massa minyak diproduksi per unit volume mikroalga perhari hasil signifikannya adalah (100000 L/ha) jika dibandingkan sumber lainnya seperti kedelai (446 L/ha), bunga matahari (925 L/ha), minyak jarak (castor) (1413 L/ha), kelapa (2689 L/ha), dan palem (5950 L/ha). (A. Kleinova., et al. 2012)
Laju pertumbuhannya cepat (3,5 jam) karena dapat tumbuh di banyak lahan dan air laut, memiliki kemampuan fiksasi, siklusnya sangat pendek yaitu selama 1-10 hari dibandingkan dengan tanaman yang membutuhkan waktu 1 sampai 2 kali panen dalam satu tahun. (Firoz, alam., et al. 2012).
Mikroalga merupakan teknologi terbaru bahan bakar ramah lingkungan yang perlu diaplikasikan sebagai biofuel atau bahan alternatif. Berikut adalah beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengelola mikroalga sebagai bahan bakar alternatif.
  1. Cara konvensional pemanenan dan ekstrasi
Media penanaman atau pemanenan alga dapat dilakukan pada air tawar dan air laut. Pada umumnya pemanenan memiliki banyak proses untuk menghasilkan diesel dari mikroalga, berikut adalah bagan bagaimana diesel di proses sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan dari mikroalga.
Gambar 3. Proses aliran diagram dan deskripsi produksi bahan bakar dari mikroalga.
Bentuk oval menunjukkan bahan dan kotak menunjukkan teknik pengerjaan

Proses pembuatana mikroalga menjadi bahan bakar alternatif menjadi diesel melalui beberapa tahapan seperti pada bagan diatas. Pertama, proses pemanenan alga (harvesting) melalui beberapa proses yaitu: kolam transparan, filtrasi membran, teknologi elektrolisis menghasilkan; hidrogen (katoda) dan oksigen (anoda) melalui gelembung gas yang terdapat pada permukaan alga, sentrifugasi digunakan untuk; menampilkan energi dari setiap proses, ultrasonik; menggunakan prinsip gelombang dengan membolak-balikan gelombang seperti pada gambar dibawah. Setelah pemanenan, alga perlu melalui proses drying yang dicapai dengan cara pemanasan dan pendinginan alga untuk mengeluarkan dehidrat di atsmosfer.
 
Gambar 4.A) Skema konseptual aliran ultrasonic pemanenan menunjukkan gelombang dinamik (merah) dan sumbu X menunjukkan gaya radiasi dan alga yang terjebak. Positive arah x ( yaitu kekanan ) dan di negative arah x ( yaitu ke kiri ), kekuatan radiasi ganggang terdiri dari anti - node ke node . B) harverter ultrasonic kecil dengan garis konsentrasi ganggang yang berbeda .

Kedua, ekstrasi terdiri dari dua proses yaitu membuka sel (disruption cell) dan pelarutkan (solvent extraction), pemisahan (separation). Proses pembukaan dinding sel alga untuk mendapatkan lemak yang terdapat didalam sel, lemak atau lipid yang terdapat pada mikroalga terdapat pada sitoplasma dan dinding sel. Dinding sel mikroalga kompleks dan memiliki struktur pelindung filamen yang membuat mikroalga lebih kuat dan sulit untuk dirusak.  Proses pelarutan dan pemisahan dilakukan dengan destilasi dan decompresion. Proses ekstrasi untuk menghasilkan biocrude atau konsentrasi lemak, lemak ini lah yang akan menjadi bahan bakar alternatif berupa diesel. (James E. Coons., et al.2014).

Tabel 2. Jenis alga yang dapat digunakan dengan cara konvensional dan pemanenan 
    Sumber alga
    Habitat
    Jenis
    Scenedesmus acutus
    Air tawar
    Alga hijau
    Chlorella vulgaris
    Air tawar
    Alga hijau
    Microcystis species
    Air tawar
    Alga biru hijau
    Phaeodactylum tricornutum
    (marine diatom)
    Air laut
    Diatom 
    Chlorococcum
    Air laut
    Alga hijau
    Tetraselmis species
    Air laut
    Alga hijau
    Nannochloris oculata
    Air laut
    Alga hijau
    Tetraselmis species
    Air laut
    Alga hijab

  1. Bioflocculation
Bioflocculation adalah inovasi metode pengeringan (dewatering), ramah lingkungan, proses flocculation dengan menggunakan biomolekul dari sel mikroba. Bioflocculation juga merupakan metode pemanenan mikroalga, pada percobaan dalam jurnal menggunakan mikroalga D. brasiliensis dengan air  B. Lichbeniformi. 
 
Gambar 5. Sistem kultifasi mikroalga. Gambar diatas menggambarkan aplikasi sistem untuk 50L kolom PBR (kultur utama menggunakan inokulasi dan kultur kedua menggunakan kultur PBR, pencampuran gas di campur dengan CO2 dan udara sebelum mereka diletakkan dalam kultur PBR, S sample port)

Proses pembentukan biofuel dari mikroalga dengan proses bioflocculation dengan mendistributsikan kultur mikroalga dari jaringan flocculation menggunakan PH 3 dengan 1 M HCL selanjutnya di sentrifugasi dengan kecepatan 200 rpm selama 2 menit. Efesiensi dari proses flocculation mencapai 98%. Bioflocculation  sangat mudah, efektif, ekonomis dan ramah lingkungan. Hasil  γ-PGA oleh Bacillus licheniformis CGMCC 2876 dapat digunakan  pada skala industri untuk menghasilkan biofuel. (Theonese, Ndikubwimana., et al. 2016).
Tabel 3. Teknik dan efisiensi pemanenan mikroalga

    Teknik penanaman
    Spesies Mikroalga
    Jenis
    Volume percobaan
    Efisiensi pemanenan (%)
    Flocculation with B. licheniformis broth
    Desmodesmus brasiliensis
    Alga hijau
    50–200
    ≥98
    pH increment
    Tetraselmis suecica, 
    Alga hijau
    10–1000
    ≥80
    Chaetoceros calcitrans,
    Diatom 
    Chlorella muelleri
    Alga hijau
    Skeletonema sp
    Fitoplankton, diatom
    Rhodomonas
    salina
    Cryptophyta
    Attheya septentrionalis
    Alga hijau
    Nitzschia closterium
    Alga hijau
    Thalassiosira pseudonana
    diatom
    Foam fractionation
    Chaetoceros sp.
    Alga emas
    220
    90
    Foam flotation
    Chlorella sp.
    Alga hijau
    10–10.2
    ≥92
    Flocculation
    Scenedesmus sp.
    Alga hijau
    1000
    >96
    Gravity sedimentation coupled with filtration
    Staurosira sp
    Diatom 
    200
    80
    Centrifugation
    Chaetoceros muelleri
    Alga hijau
    550
    90
    Flotation under vacuum
    Not precised

    2000
    49,5

  1. Proses biorefinery untuk menghasilkan biofuel mikroalga skala industri
Proses biorefinery menggunakan teknik PAP dan CAP menggunakan jenis mikrolaga Scenedesmus acutus (LRB-AP 0401) yang diteliti oleh Dr. J.McGowen at the Arizona State University.
 
Gambar 6. Diagram proses aliranparallel alga processing (PAP) dancombine alga processing (CAP). (A) PAP (B) CAP

Proses Biorefinery digunakan untuk menghasilkan prosuk komersil biofuel mikroalga. Menggunakan 2 proses yaitu parallel algal processing (PAP) dan  combined algal processing (CAP). PAP dilakukan dnegan menipiskan asam pada langkah awal untuk mengaktifkan struktur hidrolisis alga dan memperkuat polisakarida untuk melepaskan monomer gula (glukosa dan manosa) dalam keadaan encer, dalam keadaaan residu padat (kaya akan lemak dan protein) dari solid/liquid separation (SLS).
Combined algal processing (CAP), digunakan pada industri untuk menghasilkan etanol dari jagung atau gandum. Dengan menggunakan enzim hidrolisis dan ampas yang dihasilkan dapat digunakan untuk fermentasi etanol. CAP dapat menghasilkan biofuel dari mikroalga sebesar 0,95 USD per galon gasolin, dengan 9% reduksi. 
Kedua proses tersebut PAP dan CAP menggunakan proses fermentasi dengan menggunakan Saccaromyces cerreviceae. Etanol yang dihasilkan dari proses fermentasi di cek menggunakan cairan komatografi (HPLC). (Ton Dong., et al., 2016)

  1. DIESEL, BIODIESEL DAN BIOETANOL
Biofuel seperti biodiesel dan etanol dihasilkan dari bahan bakar yang dapat diperbaharui merupakan bahan bakar alternatif dari petroleum. Biodiesel dengan menggunakan transesterificasi diperoleh dari minyak tanaman, lemak hewan, minyak sayur dan minyak sisa restoran. Sumber biodiesel lain berasal dari minyak kacang kedelai, minyak bunga matahari, minyak jagung, minyak palem, alga dan lain sebagainya. Etanol terbuat dari jagung, singkong, ubi dan lain sebagainya. Produksi besar etanol berasal dari beberapa teknik fermentasi glukosa, destilasi, dehidrasi dan denaturasi. Etanol dan biodiesel keduanya memiliki beberapa teknik kimia dan fisika yang berbeda. Beberapa hal yang mempengaruhi kualitas biofuel (M. Mofijur, 2014)
  1. Kualitas penyimpanan
  2. Komposisi asam lemak
  3. Tipe produksi
  4. Proses penyulingan
  5. Parameter produksi
  1. PROFITABILITAS PENGGUNAAN BIODISEL DARI MIKROALGA
Untuk biodiesel yang dihasilkan dari mikroalga untuk diterimaoleh penduduk, harus memenuhi standar umum. Penyimpanan biofuel yang berasal dari mikroalga atau
minyak nabati, menimbulkankesulitan tertentu. Apabila masa penyimpananya terlalu lama dalam tangki kendaraan bermotor dapat menyebabkan pembentukan zat lumpur sehingga menyebabkan viskositas. (Belarbi et al, 2000;. Chisti, 2007 dalam Magdalena Frac., et al. 2010).
Selain melalui teknik kimia, rekayasa genetika dapat diterapkan untuk meningkatkanekonomi produksi biodiesel dari mikroalga(Dunahay et al, 1996;.. Roessler et al, 1994 dalam Magdalena Frac., et al. 2010. Page 9234). Secara khusus,rekayasa genetika dapat digunakan untuk mencapai berikut: 
  1. untuk meningkatkan efisiensi proses fotosintesisdalam mat produksi. 
  2. Peningkatan multiplikasi mikroorganisme;
  3. peningkatan berat kadar minyak
  4. suhu ditingkatkantoleransi dari mikroorganisme dan membatasitingkat kerugian yang disebabkan oleh turunnya suhu, penguranganphotoinhibition dan pengurangan sensitivitas fotooksidasimenyebabkan kerusakan sel (Zhang et al.,1996; Chisti, 2007 dalam Magdalena Frac., et al. 2010).

  1. KESIMPULAN
Mikroalga yang dapat menyebabkan blooming alga  atau eutrofikasi, bukan hanya menghalangi sinar matahari untuk masuk ke dasar perairan sehingga menyebabkan bau pada perairan. Mikroalga dapat digunakan dibeberapa bidang antara lain agrikultur, ilmu kesehatan dan kimia, kosmetik dan industri farmasi bahkan sebagai bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan (biofuel). Penggunaan mikroalga dalam produksi biofuel merupakan teknologi yang sangat efiseien dan ramah lingkungan, banyak teknik yang dapat digunakan untuk menghasilkan bahan bakar alternatif atau biofuel dari mikroalga dalam skala industri.

DAFTAR PUSTAKA
Alam Firoz *a, Datea Abhijit, Rasjidina Roesfiansjah, Mobinb Saleh, Moriaa Hazim Baquic Abdul.(2012). Biofuel from algae- Is it a viable alternative?. Procedia Engineering 49, 221 – 227
D.A ,Pratiwi,. Maryati, Sri. DKK. 2006. BIOLOGI untuk SMA/MA kelas XII. Jakarta: Erlangga.
Dong, Tao, P. Knoshaug, Eric., Davis, Ryan, Lieve M.L. Laurens, Stefanie VanWychen, Philip T. Pienkos , NickNagle. (2016). Combined algal processing: A novel integrated biorefinery process to produce algal biofuels and bioproducts . Algal Research xxx xxx–xxx
Frac Magdalena 1*, Jezierska-Tys2 Stefania and Tys1Jerzy. (2010). Microalgae for biofuels production and environmental applications: A review. African Journal of Biotechnology Vol. 9 (54), pp. 9227-9236, 
Jusufa Muhammad,*, Erliana Gintinga. (2014). The Prospects and Challenges of Sweet Potato as Bio-ethanol Source in Indonesia. Energy Procedia 47, 173 – 179
Kelompok peminatan. 2013. BIOLOGI untuk SMA/MA kelas XII. Masmedia
Kleinováa A. a*, Cvengrošováa Z., J. Rimarčíka, E. Buzetzkia, J. Mikulecb, J.Cvengroša. (2012). Biofuels from algae. Procedia Engineering 42,  231 – 23.
M. Mofijur*, M.G. Rasul, J. Hyde, M.M.K. Bhuyia. (2015). Role of Biofuels on IC Engines Emission Reduction. Energy Procedia 75, 886 – 892
Mofijur, M. *, Rasul , M.G., Hyde J.. (2015). Recent Developments on Internal Combustion Engine Performance and Emissions Fuelled With Biodiesel-Diesel-Ethanol Blends:  6th BSME International Conference on Thermal Engineering  Australia Procedia Engineering 105, 658 – 664
Ndikubwimana1, Theoneste, Xianhai Zeng2,3*, Theophile Murwanashyaka1, Emmanuel Manirafasha1, Ning He1,3, Wenyao Shao1 and Yinghua Lu1,3. (2016). Harvesting of freshwater microalgae with microbial bioflocculant: a pilotscale study. Ndikubwimana et al. Biotechnol Biofuels, 9:47
P. Sara Cuellar-Bermudez a, S Jonathan. Garcia-Perez a, Bruce E. Rittmann b, Roberto Parra-Saldivar. (2015). Photosynthetic bioenergy utilizing CO2: an approach on flue gases utilization for third generation biofuels. Journal of Cleaner Production, 53e65
Slade, Raphael., Bauen ,Ausilio.(2013). Micro-algae cultivation for biofuels: Cost, energybalance, environmental impacts and futureprospects. Biomass and bioenergy 53,  2 9e3 8

Wang Fangzhong 1,2, Yi Jiang1, Wei Guo1, Kangle Niu1, Ruiqing Zhang1, Shaoli Hou1, Mingyu Wang1, Yong Yi3, Changxiong Zhu3, Chunjiang Jia2 and Xu Fang1*. (2016). An environmentally friendly and productive process for bioethanol production from potato waste. Wang et al. Biotechnol Biofuels, 9:50